Mayoritas umat muslim di Indonesia adalah penganut Ahlussunnah Wal Jama’ah. Mereka mempercayai keutamaan membaca surat-surat atau ayat-ayat tertentu dalam al-Qur’an, misalnya yang berupa surat secara utuh-utuh surat al-Baqoroh, surat al-Kahfi, surat Yasin, surat ad-Dukhon, surat al-Waqi’ah, surat al-Ikhlas, surat al-Muawwidzatain dan lain-lain. Sedangkan yang berupa ayat al-Qur’an misalnya: Ayat Kursi, ayat-ayat yang ada di akhir surat al-Baqoroh atau yang ada di akhir surat al-Kahfi dan lain-lain.
Surat-surat atau ayat-ayat
tersebut mereka baca secara rutin setiap
hari/setiap malam atau secara berkala. Keterangan tentang keutamaan
membaca beberapa surat/ ayat tersebut bisa diperoleh dari beberapa hadits yang
diriwayatkan oleh para muhadditsin antara lain:
1. Hadits riwayat Imam Baihaqi:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْبَقَرَةِ
تُوِّجَ بِتَاجٍ فِى الْجَنَّةِ. رواه البيهقي
Artinya:
“Barangsiapa
yang membaca surat al-Baqoroh, maka akan diberi mahkota beruap mahkota di
surga.” (HR. Baihaqi)
2. Hadits riwayat al-Hakim:
مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ
فِيْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمْعَتَيْنِ. رواه
الحاكم
Artinya:
“Barangsiapa
yang membaca surat al-Baqoroh pada hari jum’at, maka akan bersinar baginya
seberkas cahaya sampai dua jum’at”. (HR. Al-Hakim)
3. Hadits riwayat Abu Nu’aim:
مَنْ قَرَأَ يس فِي لَيْلَةٍ أَصْبَحَ مَغْفُورًا لَهُ. رواه أبو نعيم في الحلية
Artinya:
“Barangsiapa
yang membaca surat Yasin pada waktu malam, maka pada pagi harinya orang itu
diampuni dosanya”. (HR. Abu Nu’aim)
4. Hadits riwayat Ath-Thabrani:
مَنْ قَرَأَ "حم"
الدُّخَانَ فِي لَيْلَةِ جُمُعَةٍ أَوْ يَوْمَ جُمُعَةٍ بنى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي
الْجَنَّةِ. رواه الطبراني
Artinya:
“Barangsiapa
yang membaca surat Hamim ad-Dukhon pada malam jum’at atau hari jum’at, maka
Allah akan mendirikan bangunan rumah untuk orang itu di surga”. (HR.
Ath-Thabrani).
5. Hadits riwayat Imam Baihaqi:
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْوَاقِعَةِ
فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةٌ أَبَداً. رواه البيهقي
Artinya:
“Barangsiapa
yang membaca surat al-Waqi’ah setiap malam, maka tidak akan tetimpa kemiskinan
selamanya”. (HR. Baihaqi)
6. Dan lain-lain.
Di sebagian daerah yang
masyarakatnya mayoritas warga NU. Berlaku suatu amalan membaca surat Yasin
namun bukan surat Yasin biasa, akan tetapi Yasin Fadhilah (yakni surat Yasin
yang di dalamnya disisipi kalimat-kalimat yang berisi do’a atu bacaan tertentu
selain al-Qur’an).
Ada tiga masalah yang
dipertanyakan sehubungan dengan amalan tersebut?
Pertama: Bagaimana hukum
mencampur penulisan ayat al-Qur’an dengan kalimat-kalimat lain yang bukan
al-Qur’an?
Kedua: Bagaimana pula hukum
membacanya?
Ketiga: Apakah surat-surat lain
yang bukan surat Yasin juga boleh dijadikan sebagaimana Yasin Fadhilah?
Mengenai masalah ini, ada
perbedaan humum antara menulis do’a-do’a tertentu di sela-sela ayat atau surat
al-Qur’an dan hukum membacanya. Perbedaan itu sebagai berikut :
Hukum menulisnya adalah makruh,
karena hal itu akan menimbulkan dugaan bahwa do’a-do’a atau bacaan-bacaan
tersebut termasuk ayat/surat Al-Qur’an. Sebagaimana tersebut dalam kitab
“al-itqan” juz III hal. 171 :
وَقَالَ الْحَلِيْمِيْ: تُكْرَهُ
كِتَابَةُ اْلأَعْشَارِ وَاْلأَخْمَاسِ وَأَسْمَاءِ السُّوَرِ وَعَدَدِ اْلآيَاتِ فِيْهِ
لِقَوْلِهِ: جَرِّدُوا الْقُرْآنَ. وَأَمَّا النُّقَطُ فَيَجُوْزُ لَهُ لأَنَّهُ لَيْسَ
لَهُ صُوْرَةٌ فَيُتَوَهَّمُ لأَجْلِهَا مَا لَيْسَ بِقُرْآنٍ قُرْآناً. وَإِنَّمَا
هِيَ دَلاَلاَتٌ عَلَى هَيْئَةِ الْمَقْرُوْءِ فَلاَ يَضُرُّ إِثْبَاتُهَا لِمَنْ يَحْتَاجُ
إِلَيْهَا. وَقَالَ الْبَيْهَقِيْ: مِنْ آدَابِ الْقُرْآنِ أَنْ يُفْخَمَ فَيُكْتَبُ
مُفَرَّجاً بِأَحْسَنِ خَطٍّ، فَلاَ يُصَغَّرُ وِلاَ يُقَرْمَطُ حُرُوْفُهُ، وَلاَ
يُخْلَطُ بِهِ مَا لَيْسَ مِنْهُ كَعَدَدِ اْلآيَاتِ وَالسَّجَدَاتِ وَالْعَشَرَاتِ
وَالْوُقُوْفِ وَاخْتِلاَفِ الْقِرَاءَاتِ وَمَعَانِي اْلآيَاتِ.
Artinya :
“Imam Halimi berkata : makruh
hukumnya menulis tanda sepersepuluh, seperlima, nama surat dan bilangan ayat di
tengah-tengah surat/ayat Al-Qur’an. Karena sabdanya : bersihkanlah tulisan
Al-Qur’an (dari hal yang bukan Al-Qur’an). Adapun memberi titik maka hukmnya
boleh, karena tidak merubah bentuk yang sekiranya menimbukan dugaaan bahwa yang
bukan Al-Qur’an dianggap Al-Qur’an. Hal itu hanyalah petunjuk atas keberadaan
huruf yang dibaca. Imam Baihaqi berkata : Di antara tata krama terhadap
Al-Qur’an adalah hendaklah bersikap serius kepada Al-Qur’an, hendaklah
menulisnya dengan hitam putih, tulisannya harus yang indah, jangan dibuat
terlalu kecil hurufnya, jangan terlalu rapat baris-barisnya jangan mencampurnya
degnan tulisan-tulisan yang bukan termasuk Al-Qur’an, seperti bilangan ayat,
tanda ayat sajdah, tanda sepersepuluh, tanda waqaf, perbedaan bacaan dan makna
kandungan ayat”.
Adapun membaca do’a atau
kalimat lainnya di tengah-tengah surat yasin atau surat yang lain, hukumnya
sunnat apbila do’a atau kalimat-kalimat tersebut relevan (ada keterkaitan)
dengan tuntutan makna ayat/surat yang dibaca itu. Tersebut dalam kitab Ihya’
Ulumiddin juz I hal. 279 :
وَفِيْ أَثْنَاءِ الْقِرَاءَةِ
إِذَا مَرَّ بِآيَةِ تَسْبِيْحٍ سَبَّحَ وَكَبَّرَ، وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ دُعَاءٍ
وَاسْتِغْفَارٍ دَعَا وَاسْتَغْفَرَ، وَإِنْ مَرَّ بِمَرْجُوٍّ سَأَلَ، وَإِنْ مَرَّ
بِمَخُوْفٍ اسْتَعَاذَ. يَفْعَلُ ذَلِكَ بِلِسَانِهِ أَوْ بِقَلْبِهِ.
Artinya :
“Di tengah-tengah membaca
Al-Qur’an, ketika seseorang melewati suatu ayat yang berisi mensucikan Allah,
dia bertasbih dan bertabir, ketika melewati ayat yang berisi permohonan dan
minta ampunan, dia berdo’a dan beristighfar, ketika melewati ayat yang berisi
harapan dia mengajukan permohonan dan ketika melewati ayat yang berisi hal-hal
yang menakutkan, dia memohon perlindungan. Itu semua dia lakukan dengan ucapan
lisannya atau digerakkan dalam hatinya”.
Berdo’a di tengah bacaan
Al-Qur’an juga pernah dilakukan oleh Nabi SAW. sebagaimana tersebut dalam
hadits riwayat Imam Nasa’ai :
عَنْ حُذَيْفَةَ أَنَّهُ صَلَّى
إِلَى جَنْبِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَقَرَأَ فَكَانَ
إِذَا مَرَّ بِآيَةِ عَذَابٍ وَقَفَ وَتَعَوَّذَ وَإِذَا مَرَّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ وَقَفَ
فَدَعَا وَكَانَ يَقُولُ فِى رُكُوعِهِ: سُبْحَانَ رَبِّىَ الْعَظِيمِ. وَفِى سُجُودِهِ:
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى.
Artinya :
“Diriwayatkan dari sahabat
Hudzaifah ra. bahwa dia melakukan shalat malam di samping Rasulullah SAW.
beliau membaca surat ketika sampai pada ayat yang menerangkan adzab, beliau
berhenti dan meminta perlindungan dan ketika sampai pada ayat yang menerangkan
rahmat beliau berhenti dan berdo’a meminta rahmat, ketika ruku’ beliau membaca
Subhana Rabbiyal Adzimi, dan ketika sujud beliau membaca Subhana Rabbiyal
A’la”. (HR. Nasa’i)
0 komentar:
Posting Komentar